Biasanya, jika siswa-siswa di sekolah dasar ditanya apa cita-citamu? Maka mereka menjawab: saya akan menjadi guru, saya ingin jadi dokter, ada lagi saya ingin polisi, bahkan ada saja yang menjawab ingin jadi seorang presiden.
Tidak ada satu pun siswa yang bercita-cita menjadi seorang petani. Mereka yang membakar kulit di panas terik matahari dan tidak mendapatkan penghargaan apa pun. Tetapi faktanya, mayoritas penduduk Indonesia adalah petani.
Lantas apakah mereka yang berprofesi sebagai petani memang sejak kecil bercita-cita jadi petani? Atau ada alasan lain?
Petani kebanyakan adalah mereka yang berpendidikan rendah dan berdomisili di pedesaan. Ketika mereka tidak memiliki ijazah dan harus memenuhi kebutuhan hidup, maka pilihan terakhir mereka adalah menjadi petani.
Wajah yang kusam, kulit yang hitam, penghasilan yang tak seberapa membuat banyak orang memandang sebelah mata pekerjaan seorang petani. Tapi tahukah anda bahwa mereka dengan tekad yang kuat mampu menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi? Para petani merasa bahwa cangkul adalah sahabat mereka untuk mengais rezeki, matahari adalah api yang mematangkan bulir-bulir padi.
Meski penghasilan petani tidak bisa dibandingkan dengan mereka yang bekerja di kantor ber-AC, dengan pakaian jas dan dasi, para petani tetap bekerja dengan ikhlas. Petani juga memiliki kepuasan dalam bekerja, karena mereka bahagia menjalaninya.
Alam adalah sahabat dan bisa merasakan udara pagi adalah sebuah anugerah dari Sang Pencipta yang lebih syahdu dibanding udara dingin dari AC. Kelelahan kadang terlihat di wajah kusamnya, tetapi aura kebahagiaan berkumpul bersama keluarga melunturkannya.
Petani punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh pegawai kantoran. Tidak ada bos. Tidak ada peraturan yang membelenggu, dan yang terpenting jarang terkena stress.
Itulah sisi lain dari mereka yang bekerja sebagai petani, mereka yang hidup pas-pasan tetapi mereka berkecukupan, mereka yang kulitnya kehitaman namun tetap memiliki kebahagiaan.