Apa arti plagiarisme? Sebuah pertanyaan yang secara halus menyindir banyak pihak. Praktik plagiarisme bisa terjadi di berbagai bidang pekerjaan dan profesi, dan bagi mereka yang menginginkan hasil instan pasti tergiur untuk melakukannya juga. Pasalnya, plagiarisme mempermudah semua pekerjaan, dan hasil dari praktik plagiarisme, baik skala kecil, sedang, maupun besar, tetaplah menguntungkan. Tapi kali ini kita hanya akan membahasnya dari sudut pandang dunia tulis-menulis.
Pengertian Plagiarisme
Sebelum kita lebih jauh membahas seluk beluk plagiarisme dan pernak-perniknya, kita mulai dengan apa arti plagiarisme. Plagiarisme merupakan kegiatan menjiplak ataupun mengambil tulisan atau desain, pendapat, opini dan sebagainya milik pihak lain. Lalu menjadikannya seolah-olah seperti tulisan dan pendapatnya sendiri.
Plagiarisme pada umumnya memang identik dengan bidang jurnalistik atau dunia tulis-menulis, di mana banyak opini atau pendapat orang yang dijadikan acuan dalam sebuah tulisan. Jika dalam pengutipan tulisan orang lain tersebut mencantumkan sumber referensi yang benar, hal itu bukan merupakan bagian dari praktik plagiarisme. Namun jika mengambil tanpa memberikan sumber yang jelas, itulah yang dinamakan plagiarisme, dan orang yang melakukannya disebut plagiat atau plagiator.
Sekarang kita bisa introspeksi diri, apakah kita termasuk seorang plagiat? Meskipun tulisan yang kita jiplak hanya sedikit, misalnya hanya sekitar 2-3 kata saja, sementara kita memasukkan pendapat tersebut untuk mendukung tulisan yang dibuat tanpa ada pengakuan atau minimal mencantumkan sumber referensinya?
Apalagi jika tulisan tersebut untuk kepentingan komersil dan semacamnya. Ini sudah sangat jelas, kita sebenarnya sudah memplagiat buah pikiran atau pendapat orang lain.
Adakah batasan plagiarisme?
Meski tidak aturan baku, secara umum memang ada batasan-batasan tertentu apakah satu hal disebut bisa dikategorikan plagiarisme atau tidak. Berikut beberapa batasan-batasan tersebut.
Anda tidak akan dianggap melakukan plagiarisme jika anda menulis tentang informasi umum yang sudah baku dan sudah dikenal luas di tengah masyarakat.
Misalnya anda menulis tentang kosa kata sembako yang merupakan singkatan dari sembilan bahan pokok. Penulisan sembako pada tulisan anda tidak perlu mencantumkan sumber referensinya, karena hal tersebut bukan atau tidak masuk dalam kategori plagiarisme.
Menuliskan kembali pendapat orang lain dengan mengubah kalimat atau frasa, namun itu masih merupakan pendapat orang lain.
Jika demikian, Anda masih perlu menuliskan sumbernya. Batasan yang satu ini memang tidak mudah dipraktikkan, apalagi jika anda jarang menulis atau tidak berprofesi sebagai penulis.
Mengubah kalimat atau frasa dikenal dengan istilah re-write atau menulis kembali. Bukan menjiplak seluruhnya, tetapi hanya menuliskan kembali dengan kata dan kalimat yang baru, di mana arti dan maksud dari tulisan tersebut kurang lebih akan tetap sama.
Mengutip pendapat orang lain dengan menuliskan “sewajarnya”
Ini biasa disebut dengan istilah fair use, di mana kita mengutip pendapat orang lain sewajarnya (tidak berlebihan), dan umumnya ini tidak dikategorikan sebagai plagiarisme.
Namun, kutipan tersebut harus diberikan tanda yang jelas di tiap bagian, sehingga pembaca dapat mengetahuinya bahwa ia sebuah kutipan. Selain itu, jangan lupa untuk menuliskan sumber referensi tulisan agar tidak masuk dalam kategori plagiarisme.
Penulisan sumber referensi ini memang sangat penting dalam dunia tulis menulis. Anda tidak boleh menulis atau mengutip pendapat orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
Itulah beberapa batasan tentang plagiarisme. Silakan anda baca kembali, pahami, dan praktikkan. Menjaga nama baik, apalagi bagi seorang penulis profesional adalah hal mutlak. Dan salah satunya yang terpenting adalah menghargai karya orang lain, dengan menghindari praktik plagiarisme.