Satu hal yang cukup menarik dibahas adalah tentang: apa hal yang dijanjikan oleh Indonesia saat ini, terutama di bidang ekonomi, khususnya lagi: ekonomi kreatif. Gejolak-gejolak yang terjadi akhir-akhir ini sangat menyedihkan.
Jika demikian, pasti ada salah. Sama halnya dengan rumah, bila ada mobil besar lewat, lalu terasa guncangannya, itu artinya fondasinya kurang kuat.
Indonesia saat ini, sangatlah rentan dalam menghadapi gejolak-gejolak ekonomi yang semakin tidak menentu. Namun kita berharap, jangan sampai kita berakhir seperti Yunani.
Jika demikian apa yang bisa kita lakukan? Tentu tidak cukup dengan berdoa!
Jika ditinjau dari sejarah, selama kurang lebih 40 tahun yang lalu, fondasi ekonomi kita ditopang dari sektor minyak. Sekarang, kita ini adalah negara pengimpor minyak. Walaupun masih mengekspor, tapi tak sebanyak dulu. Harga minyak pun akhir-akhir ini sudah jatuh.
Nah bagaimana untuk menciptakan fondasi baru? Di setiap soal matematika pasti ada rumus yang menuntun mendapatkan jawaban yang benar, dalam masalah fondasi ekonomi kita punya beberapa pilihan, salah satunya ekonomi kreatif.
Sejak berkampanye, Presiden Jokowi selalu mengibarkan janji-janji tentang dukungan besar yang akan ia berikan kepada setiap orang yang ingin terjun ke dalam pasar ekonomi kreatif jika terpilih menjadi Presiden. Sekarang, janji itu perlahan ditepatinya.
Sesuai dengan yang dijanjikan, tanggal 26 Januari 2015 di Istana Negara Jokowi melantik Triawan Munaf sebagai Ketua Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Triawan Munaf sendiri berlatar belakang musisi dan ayahanda dari penyanyi sekaligus aktris Sherina Munaf.
Badan ini diharapkan menangani program-program ekonomi kreatif yang mencakup aplikasi game, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, tata busana, film, animasi, video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi, dan radio.
Walau sempat ditolak DPR tentang usulan anggaran untuk BEK dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Namun pemerintah sudah memikirkan solusinya.
Pemerintah berencana merevisi Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang BEK sehingga status badan itu menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK). Dengan begitu, semoga saja badan ini dapat menggunakan dana dari APBNP 2015 yang sebenarnya telah mencadangkan anggaran Rp 1,5 triliun untuk ekonomi kreatif.
Menarik bukan? Setahun saja sudah disiapkan Rp 1,5 triliun dan semoga saja kita siap jika benar-benar dana itu diberi restu. Sekarang bukan lagi masalah dana, bagaimana kita lagi dan pelaku-pelaku pasar terutama bidang perfilman nasional mampu bersaing sehat dan bergairah. Betapa tinggi perhatian rakyat Indonesia akan film-film kita saat ini. Sebut saja Comic 8 yang mampu meraih 1 juta penonton, lalu ada pula Surga yang Tak Dirindukan. Betul, jika memang karyanya bagus, ekonomi kreatif pasti bisa menjadi fondasi baru ekonomi Indonesia.
Kita memiliki banyak orang kreatif, hanya saja kurang mendapat “ruang gerak”. Contoh saja, pencipta ide serial animasi Upin dan Ipin, dia bukannya ditolak di Indonesia, namun karena kita kurang dana dan permodalan serta perhatian dari pemerintah.
Sekarang dengan adanya sebuah badan yang khusus menggawangi geliat ekonomi kreatif ini, ke depan kita bisa berharap, ide-ide kreatif apa pun bisa makin berkembang dan diberi kesempatan.
Semoga saja ekonomi kreatif bisa menjadi pilar fondasi ekonomi kita ke depannya.