Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, bahasa persatuan untuk keseluruhan manusia di bumi. Begitu pun di Indonesia, kita diharapkan memang menguasai bahasa Inggris karena sekarang masuk ke era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Bahkan, ada anggapan siapa yang tidak bisa berbicara dalam bahasa inggris layaknya anak balita. Di sekitaran kita masih dianggap hal sepele untuk mempelajari ini, berikut beberapa alasannya.
Pertama, faktor penjajah. Dalam garis sejarah, kita telah dijajah oleh Belanda selama kurang lebih tiga ratus tahun. Ketika itu, penduduk dipaksa kerja dan kerja sehingga melupakan hal-hal lain seperti pendidikan, berbeda dengan Malaysia dan Singapura. Mereka dijajah oleh Inggris yang mana menerapkan sistem dari negara mereka ke daerah jajahannya, bisa dilihat sekarang bagaimana orang Malaysia bercakap. Mereka menggabungkan kosa-kata inggris dan Melayu serentak.
Warisan yang diberikan Belanda adalah korupsi, dari Gubernur Jendral VOC dan penguasa lokal. Sedangkan Inggris mewariskan sistem-sistem positif contohnya saja pendidikan, dengan bukti banyaknya pelajar dari India dan Malaysia yang bersekolah di universitas-universitas di Inggris. Bagaimana pun, harusnya tanpa pengaruh faktor ini kita bisa belajar bahasa inggris. Namun faktor lain menghambat.
Kedua, faktor stereo-type masyarakat yang menyepelekan. Orang-orang tua beranggapan anaknya pintar kalau mendapat nilai matematika tinggi, padahal kecerdasan anak tidak hanya bertolak ukur di matematika. Contoh, ada anak yang pandai menggambar, berbicara di depan kelas, dan berolahraga. Anggapan yang salah ini lah yang kemudian, ketika pelajaran bahasa Inggris, mereka tak terlalu mempedulikan nilai anak mereka mau rendah atau tinggi.
Padahal, banyak sekali keuntungan dari belajar bahasa asing. Contohnya mengaktifkan sel-sel otak dan membuat daya ingat lebih tinggi. Contoh lainnya adalah ketika ingin berkuliah di jurusan sastra seperti sastra Inggris. Orang tua seperti memandang anaknya tak memiliki masa depan jika tamat dari jurusan ini. Jika lebih diperhatikan orang sastra punya banyak peluang kerja seperti duta besar atau kedutaan, dosen, guru, pengajar, agen untuk tour and travel, guide, pegawai di dinas pariwisata, dan bahkan pegawai bank.
Harusnya para orang tua mengerti dan mendorong anaknya untuk mempelajari bahasa asing, terutama seperti bahasa Inggris ini. Zaman sekarang semua bisa diakses, seperti buku-buku pelajaran. Di perkuliahan, agar menambah wawasan harus membaca buku dari luar negeri dan sering kali ditemukan dalam bahasa Inggris.
Berbahasa inggris saat ini harusnya menjadi lifestyle, segala hal mengunakan bahasa ini. Contoh, ketika di bandara, beberapa papan pemberitahuan dan pengumuman disediakan dalam bahasa Inggris. Lalu di museum, untuk suatu situs bersejarah patutnya dijelaskan dalam bahasa Inggris karena selalu ada turis dari luar negeri ingin tahu.
Faktor terakhir adalah pandangan umum dari sekitar, orang yang mengunakan bahasa inggris adalah orang sombong. Ini aneh, dan juga menggelikan. Mengapa bisa ada anggapan itu? Orang kadang bahkan menyebut “bahasa lain dipelajari bahasa Indonesia saja belum lurus”.
Jika kita ingin berkembang dan menjadi world citizen harus menghilangkan pandangan di atas. Semakin lama dunia berkembang, meninggalkan orang-orang yang tak ingin pindah dari tempatnya.
Lihat saja wawancara kerja, rata-rata bertanya dan menjawab dalam berbahasa Inggris. Dapat diartikan ini menjadi standar yang harus dicapai untuk mendapatkan pekerjaan, no english no service. Selain itu pula jika ingin mendapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri anda harus mampu menulis sebuah esai dalam bahasa Inggris. Jika tidak? Anda akan ditolak langsung, sebelum itu pun ada syarat yaitu lulus tes TOEFL.
TOEFL atau Test of English as a Foreign Language, secara sederhananya adalah ujian untuk mencari tahu seberapa kemampuan anda berbahasa inggris, karena saat dites anda harus melewati sesi listening (mendengarkan) dan reading (membaca). Skor yang harus anda lewati yaitu 550, kurang dari itu sedikit saja, anda belum bisa dipertimbangkan untuk diberikan beasiswa.
Faktor terakhir adalah kemauan atau niat. Jika berangkat dari keinginan harusnya kita semua bisa dengan mudah untuk mempelajari bahasa Inggris, karena dari sini lah semua kunci untuk apapun akan terbuka. Ingin bekerja? Wawancara dalam bahasa Inggris. Ingin beasiswa? Menulis dalam bahasa inggris. Bernyanyi lebih apik? Dengarkan musisi-musisi luar negeri.
Banyak jalan jika sudah ada niat, belajar bahasa Inggris bisa dari les tambahan, mendengarkan lagu, membaca berita dari website luar negeri, menonton film luar tanpa subtitle Indonesia dan banyak lagi cara lainnya.
Jadi bagaimana dengan anda? Masih juga ingin “memperlurus” kemampuan bahasa Indonesia atau mulai belajar berbicara bahasa Inggris? Tumbuhkan niat dan hilangkan faktor-faktor penghalang di atas.