Dieng adalah destinasi yang banyak menjadi tujuan wisata oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Dieng juga memiliki keindahan dan kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari panas bumi sampai dengan pemandangan alam yang begitu indah.
Di balik itu semua, terdapat kebiasaan unik masyarakat Dieng yang berbeda dari masyarakat lainnya, di antaranya:
1. Bersarung
Jika di daerah lain sarung digunakan sebagai alat untuk melakukan shalat, di daerah Dieng sarung bukan hanya digunakan sebagai alat ibadah, namun sebagai alat multifungsi. Selain untuk shalat, di Dieng, sarung juga biasa digunakan untuk kalung atau digunakan sebagai selimut penghangat badan.
Dieng termasuk daerah dengan suhu yang sangat dingin. Jika anda melihat masyarakat Dieng maka anda akan melihat lelaki di sana mengenakan celana panjang, memakai jaket tebal, dan juga memakai sarung yang dikalungkan di leher untuk penghangat badan. Ini lah salah satu ciri khas masyarakat Dieng.
2. Kerupuk dihitung per bungkus
Jika kita makan bakso, biasanya kerupuk akan dihitung satuan, misalnya satu kerupuk harganya bisa Rp1.000, jika makan 3 kerupuk maka kita harus bayar Rp3.000. Tapi berbeda jika anda makan di warung daerah Dieng, makan kerupuk dihitung per bungkus, satu bungkus berisi 5 kerupuk dan harganya hanya Rp2.000, padahal ukuran kerupuk bisa sama dengan kerupuk di tempat-tempat lain.
3. Mengambil nasi sepuasnya
Jika anda membeli makan di warung-warung milik warga Dieng, cara makannya seperti makan di warung Padang. Anda boleh mengambil nasi sebanyak yang mau. Karena disajikan ala prasmanan, maka Anda juga bisa memilih lauk sesukanya, namun yang akan dihitung hanya lauknya saja, sedangkan nasi silakan ambil sepuasnya.
4. Gadis dieng merona tanpa blush on
Dieng adalah salah satu daerah tertinggi di Indonesia yang memiliki iklim dingin, sehingga bila anda melihat warga Dieng, khususnya para gadisnya, Anda akan dapati pipi mereka merona merah tanpa blush on. Ini merupakan pesona dan ciri khas wanita Dieng.
5. Religius
Masyarakat Dieng adalah masyarakat yang religius dan mayoritas muslim. Kita bisa shalat di musholla atau masjid, bahkan kita bisa dengan mudah menumpang shalat di rumah warga atau menumpang wudhu di sana.
Masyarakat Dieng, juga sangat ramah dan sangat menghormati tamu pendatang. Mungkin inilah salah satu hal yang menyebabkan wisata Dieng bisa terkenal dan banyak dikunjungi.
6. Mayoritas petani
Masyarakat Dieng mayoritas bekerja sebagai petani. Yang membedakan, di sana mereka yang bekerja langsung ke sawah dan ladang bukan hanya lelaki, tapi juga para perempuannya. Laki-laki dan perempuan sama-sama berkebun dan bertani.
7. Pamali menolak makanan
Jika anda memiliki saudara di daerah Dieng pastinya sudah mengetahui budaya makan bagi tamu. Masyarakat Dieng sangat ramah apalagi jika anda ke Dieng dengan saudara yang memiliki kerabat di sana, pasti anda diharuskan untuk makan.
Meskipun anda sudah kenyang setidaknya anda menuruti mereka untuk makan meskipun hanya satu atau dua suap, hal dilakukan untuk menghormati tuan rumah. Karena jika anda menolak untuk makan, itu akan membuat tuan rumah marah dan kecewa. Karena di daerah Dieng menyuruh tamu untuk makan di rumahnya adalah sebuah kehormatan.
8. Kreatif
Ini lah kebiasaan masyarakat Dieng lainnya, yaitu meja mereka selalu penuh dengan makanan. Tetapi bukan makanan pabrikan. Melainkan makanan kreasi dari masyarakat sendiri mulai dari keripik bayam, manisan carica dan beragam makanan lainnya hasil olahan kreasi masyarakat setempat.
Jika anda ingin melihat makanan-makanan unik di daerah Dieng saya sarankan anda untuk berkunjung ke pasar Batur Banjarnegara.
9. Anak gimbal
Keunikan anak gimbal di Dieng adalah ketika mereka akan dicukur rambutnya. Ketika mereka akan dicukur rambut gimbalnya, maka sang anak tersebut diperbolehkan meminta sesuatu keinginan yang akan dipenuhi oleh orang tuanya.
10. Berkumpul di tungku perapian
Masyarakat Dieng yang daerahnya dingin memiliki kebiasaan berkumpul di dapur. Hal ini dilakukan oleh keluarga, maupun kerabat dekat. Biasanya mereka duduk di jengkok (tempat duduk kecil yang terbuat dari kayu setinggi satu jengkal) sebagai tempat duduk dan semua keluarga berkumpul mengitari tungku perapian yang biasa disebut dengan pawon.
Di tempat inilah biasanya keluarga berkumpul dan mengobrol sembari ditemani minuman hangat dan camilan-camilan kecil.