Studi kasus:
Adalah kejadian nyata yang saya lihat sendiri. Satu hari, saya melihat ada anak balita yang sedang bermain dengan kerikil kecil yang dimasukkan ke dalam saluran pembuangan air. Melihat cucunya melakukan hal ini, si nenek pun datang menghampiri, lalu menjewer telinga si anak dan mengatakan, “Hayo nakal, jangan dilakukan, nanti pipa salurannya mampet!”
Setelah menjewer cucunya nenek ini pun pergi ke dalam rumah dan melakukan kesibukan lainnya. Akan tetapi si nenek terkejut karena cucunya masih bermain dengan kerikil yang dimasukkan ke pipa saluran pembuangan. Nenek ini pun kembali menjewer cucunya dengan mengatakan, “Hayo nakal, nanti pipa salurannya mampet, nanti dimarahin ayah!”
Setelah menjewer untuk yang kedua kalinya, nenek ini kembali masuk ke dalam rumah. Setelah beberapa lama, dia keluar lagi dan ternyata masih melihat cucunya bermain dengan kerikil yang dimasukkan ke dalam pipa pembuangan. Melihat hal ini si nenek marah besar dan menjewer serta menarik-narik cucunya agar tidak bermain kerikil.
Namun anehnya cucu si nenek ini tidak menghiraukan sama sekali larangan dari si nenek. Malahan semakin marah dan semakin keras nenek menjewer, semakin banyak pula kerikil yang dimasukkan ke dalam pipa pembuangan.
Akhirnya si nenek pun tidak tega karena melihat telinga cucunya sudah mulai memerah. Si nenek pun mencari strategi lain yaitu dengan mengalihkan perhatian si anak.
Si nenek justru ikut bermain dengan cucunya, mereka berdua bermain kerikil, akan tetapi si nenek mengajarkan cucunya agar tidak memasukkan kerikil ke dalam pipa pembuangan air. Setelah beberapa lama mereka bermain, akhirnya si nenek bisa mengalihkan perhatian si anak agar tidak bermain kerikil dan mengalihkannya dengan permainan lain yang lebih baik.
Dari kisah di atas kita bisa mengambil pelajaran yang bisa kita terapkan di rumah agar anak mau mengikuti perintah orang tuanya tanpa menggunakan kekerasan.
1. Jangan langsung melakukan tindakan fisik
Jangan langsung melakukan tindakan fisik seperti menjewer dan memukul. Karena jika kita langsung melakukan tindakan fisik, maka anak tidak akan peka ketika dilarang menggunakan bahasa verbal. Jika seorang anak sudah sulit dilarang menggunakan bahasa verbal maka kita harus menggunakan bahasa fisik yang lebih condong kepada kekerasan.
Jika hal ini sudah dibiasakan, maka anak akan sulit dinasehati ketika tidak menggunakan kekerasan. Oleh karena itu sebagai orang tua, seharusnya menghindari kekerasan sebagai tindakan untuk melarang maupun mencegah anak untuk melakukan sesuatu.
2. Masuk ke dalam dunia si anak
Masuklah ke dalam dunia si anak karena anak masih dalam fase bermain. Sebagai orangtua yang lebih dewasa dan memiliki pemikiran lebih matang daripada anak kecil, kita seharusnya bisa menempatkan diri dengan baik. Orang tua harus memahami dengan siapa dia berhadapan.
Jika anda berhadapan dengan balita, maka sebaiknya anda masuk ke dalam dunia balita yang masih suka bermain dan masih suka dengan hal-hal yang menyenangkan dan hal-hal baru. Jika orang tua sudah bisa masuk ke dalam dunia si anak maka orang tua akan dengan mudah mengarahkan dan melarang sesuatu yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan si anak.