Untuk mengapai keberhasilan, perlu pengorbanan keras. Contohnya saja, pendiri Starbucks Howard Schultz, yang harus pergi ke bank 242 kali agar mendapat pinjaman modal. Pertanyaannya, apakah orang Indonesia mampu seperti itu?
Mengapa kita, orang Indonesia ini masih susah maju? Ada banyak sekali faktor yang masih menghambat kita untuk berpikiran maju. Salah satunya pola pikir stereo-type yang masih hidup di masyarakat dan masih susah untuk dihilangkan: “Mengapa perempuan harus sekolah tinggi-tinggi, jika ujung-ujungnya nanti ke dapur juga?”
Aneh, inilah yang selalu menjadi bahan bincangan ketika ada anak perempuan ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Apalagi jika si anak perempuan tersebut ingin masuk jurusan kuliah yang bisa dianggap lebih cocok untuk kaum Adam, seperti jurusan arsitek, pertambangan, perminyakan, teknik, juga sastra.
Membicarakan perempuan, kita seperti membicarakan hal tabu. Sebuah hal yang sedari dulu menjadi pandangan umum adalah bahwa tempat mereka lebih pantas di dapur. Urusan perempuan hanyalah seputar: “kasur, sumur dan dapur”.
Helow… perhatikan keadaan sosial kita, sekarang perempuan mulai menguatkan identitas mereka. Tak lagi ingin jadi nomor dua, mereka berusaha sejajar dengan kaum pria. Indonesia saja, pernah diperintah oleh seorang perempuan. Artinya, anggapan perempuan itu harus di dapur sudah dipatahkan. Sedikit-sedikit sudah mulai hilang, meskipun masih ada dan tetap dominan di masyarakat kita.
Kembali ke pendidikan, banyak sekarang perempuan yang sudah “melangkahi” paradigma masyarakat. Lihat saja, sudah ada perempuan mengambil jurusan pertambangan, bahkan perminyakan. Tidak ada lagi batasan perempuan harus mengambil jurusan keperawatan atau tata boga. Ya, saya setuju, perempuan harusnya diberi kebebasan untuk menentukan ‘nasibnya’ sendiri.
Tentu kita masih ingat siapa itu Lady Diana, seorang putri dari kerajaan Inggris yang meninggal di tahun 1997. Leadership atau kepemimpinannya memiliki kualitas baik sekali. Contohnya, ia dikenal sebagai seorang pendengar yang baik. Lady Diana juga dikenal sebagai “People Person” atau seorang yang dianggap mewakili perwakilan dari seluruh “orang” di negara Inggris. Sudah banyak sekali hal yang ia berikan dan dedikasikan selama hidupnya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Memang kita tidaklah punya seorang puteri. Tapi, kita punya banyak perempuan tangguh, seperti Kartini, Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, dan lainnya dengan kekuatan dan perjuangan hebatnya masing-masing. Mereka para perempuan Indonesia saat itu bahkan ikut mengangkat senjata, ikut masuk ke hutan, bertempur, bertumpah darah demi kemerdekaan Indonesia. Sudah seharusnya memang kita menghargai perjuangan kaum perempuan untuk mengaktualisasikan diri mereka.
Lalu bagaimana menyadarkan perempuan sekarang agar mampu berjuang dengan visi perubahan seperti pada pendahulu mereka?
Hal sederhananya adalah, menyelamatkan para perempuan (khususnya remaja). Mereka butuh pengarahan agar nantinya para remaja ini mampu membedakan, mana hal yang harus dihindari dan yang harus dikerjakan.